Khamis, 10 September 2009

Hakikat Nama Allah swt dan Hakikat Nur Muhammad sallaLlahu 'alayhi wa aalihi wasallam

Wed, 12 Apr 2006 05:54:05 -0700
Hakikat Nama Allah swt dan Hakikat Nur Muhammad sallaLlahu 'alayhi wa
aalihi wasallam Suhbat Mawlana Shaykh Muhammad Hisham Kabbani Rue Boyer 20
Paris, Minggu, 19 Maret 2006
Diambil dari www.mevlanasufi.blogspot.com

( Dalam Rangka Peringatan Mawlid Nabi Muhammad sallaLlahu 'alayhi wa aalihiwasallam

Allah Allah Allah Allah Allah Allah ‘Aziiz Allah
Allah Allah Allah Allah Allah Allah Kariim Allah
Allah Allah Allah Allah Allah Allah Sulthana Allah
Allah Allah Allah allah Allah Allah Sulthana Allah

Allah SWT Huwa Sulthan, Dia-lah Sang Sulthan.
A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim, Bismillahirrahmanirrahiim. Nawaytul
Arba’in Nawaytul I’tikaf, Nawaytul Khalwah, Nawaytul ‘Uzlah, Nawaytur Riyadhah
Nawaytus suluuk lillahi ta’ala l-‘Azhiim fii hadzal masjid.
Sangatlah penting untuk mengetahui bahwa Allah SWT adalah Sang Sulthan,
lihatlah apa yang tertulis di sana [Mawlana Shaykh Hisham menunjuk ke kaligrafi
“Allah” dan “Muhammad” yang tergantung di tembok] Allah dan di sampingnya
Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -. Artinya, tak seorang pun
akan ditanya melainkan ia yang disisi Sang Pencipta. Karena di mahkamah
pengadilan zaman sekarang, kalian tak akan langsung ditanyai, melainkan yang
akan ditanyai adalah ia yang bertanggung jawab atas sang terdakwa, yaitu sang
pengacara. Kalian tak bertanya langsung pada sang terdakwa, melainkan bertanya
pada orang yang mewakilinya. Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam -, Allah SWT telah meninggikan derajat beliau - sallaLlahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam - untuk ditanyai mewakili keseluruhan ummat.
Para Sahabah ra, keseluruhan dari mereka tahu akan hirarki mereka. Artinya,
hirarki itu ada, dan mereka tidak melangkahi batas hirarki mereka, setiap orang
mengetahui batasan mereka seluruhnya hingga mencapai Sayyidina Abu Bakar ra,
dan kemudian dari Sayyidina Abu Bakar ra untuk mencapai Sayyidina Muhammad -
sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -. Sayyidina ‘Umar - radiyAllahu ‘anhu wa
ardhah -, suatu saat ketika beliau menjadi khalifah, pernah seorang wanita
datang kepadanya sebagai seorang terdakwa dalam perzinahan. Beliau pun hendak
menghukum qisas wanita tersebut, ketika sayyidina ‘Ali - karramAllahu wajah -
berkata pada beliau, “Hentikan! Ya, ‘Umar, apa yang kau lakukan?”
Mereka saling mendengarkan pada satu sama lainnya, tidak seperti orang-orang
zaman sekarang. Beliau [‘Umar] tahu hal ini bahwa Nabi - sallaLlahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam - pernah bersabda, “Ana madinatul ‘ilmi wa ‘Aliyyun baabuhaa”,
‘Aku adalah Kota Pengetahuan dan ‘Ali adalah Pintunya”. Beliau [‘Umar] tahu
akan hirarki yang ada, “Ya, ‘Aliy, apa yang mesti kulakukan?” ‘Ali pun
menjawab, “Biarkan dia melahirkan bayinya terlebih dahulu, karena bayi tersebut
tidaklah bersalah. Setelah itu, baru kau dapat menimbang apa yang akan kau
lakukan [atasnya]”.
Ini menunjukkan pada kita betapa mereka, para Sahabat, saling menghormati
satu sama lainnya, dan menunjukkan pula bahwa mereka memahami akan hirarki.
Sayyidina ‘Umar - radiyAllahu ‘anhu wa ardhah - berkata, “’Ali telah
menyelamatkan diriku dua kali”, yaitu yang pertama dalam kisah tentang wanita
yang berzina tersebut di atas, dan kali yang kedua dalam kisah tentang sahabat
Uwais al-Qarani. Saya akan menjelaskan tentang hal kedua itu, insya Allah. Jadi
ada dua hal tadi, dan juga di kali lain tentang Batu Hitam [Hajar al-Aswad].
Apa yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa semua orang yang ada di
sini adalah bagaikan bunga-bunga yang tumbuh di suatu taman. Setiap bunga
memiliki aromanya yang berbeda, dan setiap bunga juga memiliki warnanya yang
khas pula. Dan seorang insinyur pertanian tahu akan kekhasan setiap bunga
berdasarkan warna dan aromanya masing-masing. Dan, karena itulah, jika kalian
berkunjung ke suatu kebun raya, kalian akan mendapati insinyur pertanian yang
tahu akan setiap bunga yang ada di kebun tersebut, dan ia tak akan luput
perhatiannya pada satu bunga pun di kebun tersebut. Ia tak boleh melupakan atau
melewatkan satu bunga pun, karena jika sampai ia melewatkan satu saja, itu
berarti ia bukanlah seorang insinyur yang handal.
Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -, Allah SWT telah
membusanai beliau - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - dengan Nama-Nama-
dan Sifat-Sifat-Nya yang Indah. Ia SWT telah memanifestasikan Diri-Nya sendiri
melalui Nama-Nama- dan Sifat-Sifat Indah-Nya melalui sayyidina Muhammad -
sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -. Allah ingin memanifestasikan Diri-Nya,
ketika Ia SWT berfirman [dalam suatu hadits qudsi, red.], “Kuntu Kanzan
Makhfiyan Fa aradtu an u’raf, fakhalaqtul khalq.” “Aku adalah ‘Harta
Tersembunyi’ dan Aku ingin Diri-Ku dikenali, maka Ku-ciptakan ciptaan”. Allah
ingin diketahui. Untuk diketahui, haruslah oleh suatu ciptaan, dan ciptaan
tersebut mestilah membawa keindahan Sang Pencipta. Dan untuk membawa keindahan
ciptaan, haruslah seseorang, sesuatu, suatu cara, yang Allah Ta’ala akan
mewujudkanya, sedemikian rupa hingga [sebagaimana difirmankan Allah SWT],
“Allahu Nurus Samawati wal Ardh Matsalu Nuurihi kamisykaatin…” [QS. An-Nuur
24:35],Allah-lah Cahaya Lelangit dan Bumi [untuk meliputi bundel Cahaya tersebut];
perumpamaan Cahaya-Nya adalah bagaikan suatu bundel yang berisikan berbagai
manifestasi yang memiliki lampu dengan berbagai warna pelangi yang demikian
beragam.
        Sebenarnya, tadinya saya hendak menceritakan tentang Sayyidina ‘Umar ra dan
‘Ali ra untuk menjelaskan hal tertentu, tapi saya pikir mereka mengalihkan
[pembicaraan] saya. Bukan Sayyidina ‘Umar dan ‘Ali yang mengalihkan saya, tapi
Mawlana Shaykh Nazim qs [semoga Allah melimpahkan barakah-Nya pada beliau dan
mengaruniakan beliau panjang umur]... Saya akan kembali ke topik tersebut, tapi
beliau sedikit mengalihkan [pembicaraan kita]. Saat Allah SWT adalah suatu ‘Harta Tersembunyi’, artinya Esensi-Nya,
Dzat-Nya, tak dapat diketahui, yaitu Haqiqat uz-Dzaat il-Buht liLlaahi Ta’ala,
Haqiqat dari Esensi Ilahiah yang tak seorang pun dapat memahami Dzat tersebut,
artinya, tak seorang pun dapat memahami apa hakikat Sang Pencipta. Allah Ta’ala
ingin agar Dzat-Nya, Esensi-Nya diketahui, Ia SWT pun ‘menciptakan’ Nama-Nama
dan Sifat-Sifat Indah untuk mendeskripsikan Esensi/Dzat tersebut secara
berkesinambungan tanpa ada henti. Dan manifestasi-manifestasi dari Nama-Nama
serta Sifat-Sifat Indah nan Mulia ini, tak mungkin, tak mungkin seorang pun
mampu memahami mereka, kecuali Nama-Nama dan Sifat-Sifat tersebut
memanifestasikan diri mereka pada orang tersebut. Karena jika orang, di zaman
ini, membaca Asma-ullahi l-Husna Huwallahulladizii laa ilaha illah huwa
‘aalimul ghaybi wash shahaadati huwa ar-Rahmanu r-Rahiim…[QS. Al-Hasyr
59:22-24], mereka memberikan suatu arti, mereka berusaha mendeskripsikan
maknanya. Namun, pada
hakikatnya, Nama-Nama tersebut tidaklah dapat dilukiskan atau dijelaskan,
Nama-Nama dan Sifat-Sifat tersebut haruslah menjadi suatu cita-rasa, suatu
pengalaman yang dirasakan. Kalian dapat mendeskripsikan apa pun yang kalian
suka. Saya pun dapat mendeskripsikan air ini [Mawlana menunjuk ke suatu gelas
berisi air] sebagai suatu air atau suatu gelas, tapi kalian jika kalian tak
mencicipi air tersebut, kalian pun tak dapat merasakan hakikat kelezatan air
yang menyegarkan itu. Allah SWT ingin untuk diketahui. Maka, untuk diketahui, haruslah ada suatu
ciptaan. Tanpa suatu ciptaan, maka diketahui oleh siapa? Allah SWT Mengetahui
Essensi, Dzat-Nya. Allah Ta’ala mengetahui Diri-Nya sendiri. Bahkan Allah
Ta’ala tahu akan Diri-Nya, Allah tahu akan Sang Esensi, Esensi-Nya, Dzat-Nya;
dan Nama-Nama serta Sifat-Sifat-Nya yang Indah tahu akan Dzat, tapi tak setiap
Nama tahu satu bagian (kita dapat mengatakannya bagian) atau satu Elemen dari
Esensi/Dzat, tidak semuanya. Setiap Nama memiliki signifikansinya
masing-masing, tak dapat mengetahui Nama yang lain. Itulah Keagungan Allah.
Setiap Nama adalah unik bagi dirinya. Karena itulah, kita mengucapkan “Allah”,
Nama “Al-Ismu l-Jami’ li l-Asma’ was Sifat.”
“Allah” adalah Nama yang meliputi keseluruhan Nama-Nama dan Sifat-Sifat.
“Allah” mendeskripsikan Dzat. Dan Nama itu, “Allah”, meliputi dan memahami Sang
Esensi, Dzat. Jadi, untuk hal ini, suatu ciptaan haruslah muncul agar rahmat
Allah SWT ini, yang berupa suatu pelangi dari Nama-Nama dapat dianugrahkan atau
dibusanakan pada seseorang. Dan, karena itulah Nabi - sallaLlahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam - bersabda ketika beliau ditanya tentang apakah yang Allah
ciptakan pertama-tama. Beliau - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -
menjawab, “Ia SWT pertama-tama menciptakan cahayaku” untuk mengenakan
manifestasi-manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah Allah Ta’ala ini.
Jadi, cahaya tersebut diciptakan dengan tujuan untuk mengemban
manifestasi-manifestasi [tajalli] dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat indah
tersebut. Cahaya dari Muhammad tersebut, An-Nuuru l-Muhammadi, adalah
manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah yang muncul dalam Muhammad,
dalam an-Nur Muhammad tersebut,
Cahaya dari Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -, Cahaya
Muhammadaniyyah.
       Nur Muhammadi yang memantulkan Cahaya dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah
Allah tersebut, memantulkan ke siapakah? Beliau adalah suatu cermin yang
memantulkan cahaya tersebut bagaikan bulan yang memantulkan cahaya matahari.
Karena itulah, Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -, An
Nuur Muhammad tersebut, Cahaya Muhammadi tersebut menjadi suatu Pelangi
Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah, dan ia pun mesti memanifestasikan dirinya pada
sesuatu yang dapat membawa cahaya tersebut selanjutnya. Karena itulah salah
satu nama beliau - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - adalah Muhammad,
karena esensi/dzat Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - tak dapat
dilukiskan, tak dapat dijelaskan, tak dapat digambarkan, kecuali hanya melalui
manifestasi-manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah Allah Ta’ala.
Jadi, Nabi Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - pun harus
memanifestasikan diri beliau pada sesuatu. Maka, Allah Ta’ala pun menciptakan
dari Cahaya beliau, Adam ‘alayhissalam untuk muncul melalui diri beliau -
sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -. Diriwayatkan bahwa Allah SWT
menciptakan Adam, karena itu Allah SWT menciptakan Adam dari manifestasi
nama-nama dan sifat-sifat luhur yang dimiliki Nabi - sallaLlahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam -, melalui manifestasi-manifestasi Nama-Nama dan Sifat-Sifat
Indah Allah SWT. Ia SWT menciptakan Adam dari Cahaya itu. Dan, karena itu pula,
beliau - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - bersabda, “Kuntu nabiyyan wa adam bayna l-maai wa t-tin”, “Aku adalah seorang Nabi ketika Adam masih di
antara tanah liat dan air”, karena Nabi - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam
- telah mengetahui siapa dirinya.
Karena manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah tersebut adalah
seperti ketika kalian memutar suatu mesin, atau suatu turban, dan ia berputar, 
berputar, dan berputar, hingga menghasilkan energi, dan menghasilkan energi,
dan menghasilkan energi, hingga energi tersebut menjadi layaknya sebuah
generator. Suatu generator jika diputar amat cepat, akan memberikan aliran
listrik. Dan dengan aliran listrik yang dihasilkan tersebut, kalian pun dapat
menggunakannya untuk berbagai keperluan. Seperti itu pula, Nabi - sallaLlahu
‘alayhi wa aalihi wasallam -, saat Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah ini
dimanifestasikan pada Realitas Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam -,
Hakikat Sayydina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -,
Haqiqatul Muhammadaniyyah¸ Allah Ta’ala pun mencelupkan cahaya Muhammad dengan
Nama-Nama dan Sifat-Sifat ini dalam Bahrul Qudrah-Nya [literal bermakna
“Samudera Kekuatan”-Nya, red.]. Saat beliau dicelupkan dalam Bahrul Qudrah ini,
beliau pun berputar, dan berputar, berdasarkan Hadits Nabi - sallaLlahu ‘alayhi
wa aalihi wasallam - di atas [tentang penciptaan cahaya beliau, red.]. Beliau -
sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - berputar, dan berputar, memancarkan
energi, yang dari energi tersebut, Adam muncul.
Jadi, karena itulah Adam ‘alayhissalam diciptakan dan dibentuk/dicetak dengan
cahaya Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -. Saat Allah
berkehendak menciptakannya, Ia SWT memerintahkan Jibril ‘alayhissalam untuk
pergi ke Bumi dan mengambil segumpal tanah liat dari Bumi, dan membawanya,
sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala, “Wa laqad karramna Bani Adam, wa
hamalnahum fil barri wal bahr, wa razaqnahum mina t-tayyibaati, wa
fadhdhalnaahum ‘ala katsiirin mimman khalaqnaa tafdhiilaan”[QS. Al-Isra’ 17:70]
“Dan sungguh telah Kami muliakan manusia (Anak Adam), dan Kami perjalankan
mereka di Daratan dan Lautan, dan Kami beri mereka rizqi dari hal-hal yang
baik, serta Kami lebihkan diri mereka dari sekalian ciptaan Kami lainnya”.
Allah Ta’ala memuliakan sayyidina Adam dengan membawa tubuhnya, Ia Ta’ala
membawa tubuhnya dari Bumi ke mana? Ke Langit! Allah SWT membawa dari Bumi,
tubuh Adam, realitas Adam, Hakikat Adam, tubuh dari Adam dibawa dari Bumi, dan
Allah Ta’ala memuliakan manusia dengan mengirim mereka ke Surga melalui Adam
‘alayhissalam. Di sana, Ia SWT membentuknya dengan nama-nama dan sifat-sifat
mulia dari sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -. Dan
karena itulah, An-Nuurul Muhammadi terdapat di dahi Adam. Dan saat cahaya
Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - tersebut muncul di dahinya,
saat itulah masalah dengan Iblis pun terjadi.
Iblis demikian marahnya karena ia mengharap untuk menjadi cahaya tersebut.
Karena al-Maqam al-Mahmud, Kedudukan Yang Terpuji itu telah diberikan Allah SWT
pada Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -, melalui
cahaya tersebut. Iblis menginginkan cahaya itu. Karena itulah, ia beribadah dan
melakukan sajdah [sujud, red.] di setiap jengkal Surga, dan di setiap ruang di
Alam Semesta, setiap jengkal tangan, satu sajdah, satu sajdah, satu sajdah. Ia
berharap untuk dapat meraih cahaya tersebut, tapi akhirnya setelah ia
mengetahui bahwa ia tak akan mendapatkan cahaya tersebut, ia pun mulai memusuhi
Adam ‘alayhissalam dengan membisikkan [was-was] ke telinganya untuk membuatnya
turun. Kita akan berbicara tentang masalah ini, tentang Iblis dan Adam, pada waktu
lain. Malam ini, kita melanjutkan dengan sesuatu yang lain. Jadi, ketika cahaya
Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - tersebut tengah
berputar, dan bagaikan sebuah generator yang darinya memancar keluar kekuatan
yang demikian dahsyatnya, ia mengeluarkan energi tersebut. Dan dari energi
tadi, terciptalah sumber asal-muasal dimensi spiritual dari cahaya manusia, dan
dengan kekuatan tersebut, masuklah [energi spiritual tersebut] ke dalam tanah
liat, suatu bentuk yang telah disiapkan oleh Allah SWT. Karena itulah Allah SWT
berfirman, “Wa nafakha fiihi min ruuhihi”[QS. As-Sajdah 32:9] “Aku tiupkan
dalam Adam, dari Ruh-Ku, Cahaya-Ku, atau dari Ruh, dari Manifestasi-manifestasi
Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah” yang telah dimanifestasikan pada Sayyidina
Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - dan muncul keluar sebagai
suatu Sumber Energi yang bertiup ke Adam, dengan cara itulah
Adam bergerak dan ruh itu keluar.
Karena Adam dibentuk pada suatu tempat tertentu, dan para Malaikat datang,
melihat dan pergi, lalu datang, melihat dan pergi, sambil bertanya-tanya, “Apa
itu?” “Apa itu?” Tak nampak suatu gerakan apa pun [dari bentuk fisik Adam,
red.]. Begitu cahaya tersebut masuk ke dalamnya, ia pun bergerak. Artinya, ia
bergerak dengan cahaya Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -,
An-Nuuru Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -. Sumber dari
ciptaan yang Allah SWT menciptakan alam semesta ini darinya, dari An-Nuurul-Muhammadi - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -.
Jadi, apakah rahasia di balik Nuuri Muhammadi - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam - yang membuat Adam ‘alayhissalam bergerak?
Setiap malam kalian mencatu energi telepon selular kalian [Mawlana memegang
sebuah telepon selular di tangannya]. Setiap malam kalian mencatu energi
komputer kalian. Jika catu dayanya habis, kalian pun mencatunya dengan apa?
Dengan energi di malam itu. Jika itu habis, maka peralatan kalian pun berhenti.
Saat Adam ‘alayhissalam dicatu energi dengan Nur Muhammadi tersebut, seluruh
sperma-sperma manusia berada di punggungnya, berenang di punggungnya. Dan
manusia, saat ini, berapa banyak sperma [tersenyum, hadirin tertawa], berapa
banyak sperma yang dikeluarkan seorang laki-laki setiap kalinya? [hadirin dan
Mawlana tertawa].
Setiap kalinya ada 500 juta sperma. Dan salah satu dari 500 juta sperma ini,
salah satunya akan terhubungkan dengan suatu sel telur. Subhanallah! Lihat,
lottere/undian, bahkan dalam rahim sang ibu pun ada suatu undian. Artinya
undian diperbolehkan dalam Islam [dengan nada bergurau… hadirin pun tertawa].
Apakah kalian bermain lottere? Kita semua bermain lottere.
Saya mendengar dari Grandshaykh, semoga Allah merahmati ruhnya, Mawlana
Shaykh ‘Abdullah ad-Daghestani, dan dihadiri pula oleh Mawlana Shaykh Muhammad
Nazim ‘Adil Al-Haqqani, Sulthanul Awliya’; pada saat itu, Mawlana Syaikh Nazim
menerjemahkan dari Bahasa Turki ke Bahasa Arab, beliau berkata, bahwa Allah SWT
kepada Awliya’ Allah, yaitu bagi Awliya’ Allah, hal ini tidak ada di buku mana
pun. Apa yang kita bicarakan di sini, tak akan kalian temui di buku-buku mana
pun. Beliau berkata bahwa Allah SWT ingin menunjukkan kebesaran Sayyidina
Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - di hari Kiamat nanti dan
betapa besar Ummah beliau - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -. Ia berkata
bahwa Awliya’ Allah baru saja [di masa Grandshaykh saat itu] menerima ilham
pada Awliya’Allah dari qalbu Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam - bahwa Allah SWT untuk menunjukkan betapa besar Ummatun Nabi -
sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -, dari setiap sperma yang kalian
keluarkan setiap kali kalian melakukannya, jika seorang anak muncul, atau pun
tak ada anak yang muncul, tergantung dari berapa banyak sperma yang keluar,
Allah Ta’ala akan menciptakan manusia dalam jumlah yang sama yang akan menjadi
anak-anak kalian. Allah SWT untuk menunjukkan keagungan Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi
wa aalihi wasallam -, kata Grandshaykh (semoga Allah melimpahkan barakah pada
ruhnya), bahwa setiap kali kalian melakukannya, apakah kalian memiliki anak
atau tidak, seberapa banyak sperma yang keluar dari diri kalian, 500 juta,
Allah pun akan menciptakan 500 juta manusia yang mereka akan menjadi anak-anak
kalian yang akan mengerubuti diri kalian sambil berkata, “Ayahku, Ayahku” di
Hari Kiamat nanti, di hadapan Nabi - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -,
dan mereka akan menjadi bagian dari Ummatun Nabi - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi
wasallam -. Karena itulah Ummah ini di Hari Pembalasan nanti akan menjadi Ummah
terbesar, yang meliputi setiap tempat.
Marilah kita kembali ke kisah Adam ‘alayhissalam Kita mencatu energi ke alat
ini setiap malam, ke telepon selular ini, atau ke komputer, atau apa pun jua.
Kita mencatu energinya. Jadi, Allah SWT pun memerintahkan Nama-Nama dan
Sifat-Sifat Indah-Nya untuk termanifestasikan, dan menciptakan Muhammad -
sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - sebagai Manifestasi dari Nama-Nama dan
Sifat-Sifat Indah tersebut. Beliau - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -
adalah manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Indah itu. Saat Allah SWT
ingin untuk memandang pada Manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat
Mulia-Nya, Ia SWT pun akan memandang pada Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa
aalihi wasallam -. Dan manifestasi-manifestasi dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat
Indah yang dibusanakan pada Nabi ini, kini menjadi milik Muhammad - sallaLlahu
‘alayhi wa aalihi wasallam -.
Allah menghiasi diri beliau dengan Nama-Nama Indah dan apa pun yang Allah SWT
inginkan untuk membusanai dan menghiasai diri beliau. Kini, Muhammad -
sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - pun memanifestasikan hal tersebut pada
Adam melalui Cahaya itu, yang bergerak ke dalam [tubuh] Adam dan mulai
membuatnya bergerak.... Tapi, sesuatu hal yang sesungguhnya amat penting,
adalah bahwa Cahaya tersebut turut pula mencatu daya ke sperma-sperma manusia,
dari seluruh ras manusia yang saat itu tengah berada di punggung Sayyidina Nabi
Adam as, mereka pun dicatu (oleh Cahaya itu) seperti charger ini. Setiap sperma dicatu energinya oleh Cahaya tersebut. Dan begitu sperma tersebut dicatu
energinya oleh Cahaya tersebut, sperma (atau bakal manusia tersebut, red.)
memiliki umur kehidupan sesuai dengan energi yang dicatukan padanya lewat Cahaya itu.
Karena itulah, kalian melihat pada orang-orang, untuk suatu sperma yang mungkin cuma dicatu/ditetapkan selama satu jam, maka darinya muncul seseorang
yang setelah kelahirannya hanya hidup selama satu jam, lalu mati; orang yang
lain mungkin mati setelah 10 tahun, yang lain setelah 20 tahun, dan yang lain
setelah 50 tahun, sementara yang lain setelah 100 tahun… Bergantung pada
seberapa banyak [energi] telah dicatukan atau ditetapkan pada sperma-sperma ini
dari Cahaya tersebut.
Jadi, Cahaya tersebut, Energi tersebut, saat ia berakhir, energi pencatunya
berakhir, seperti saat baterai habis, maka ia pun mati, dan kadang-kadang, kita
tak dapat mencatunya lagi. Maka, apa yang akan kalian lakukan? Melemparnya,
habis! Mereka berkata pada kalian, “Kau perlu baterai baru”. Artinya, saat
seseorang mati, karena energinya, baterainya telah habis, maka ia pun wafat,
dan ia perlu kini, baterai baru lainnya di alam kuburnya. Mekanisme pencatuan
energinya pun berbeda untuk hal ini.
Jadi, karena itulah, kekuatan atau energi itu, saat diberikan, tidaklah
menjadi miliknya. Energi itu tetaplah milik dari Sang Sumber Utama. Kalian tak
dapat mengambil aliran listrik begitu saja dari jalanan. Mereka berkata pada
kalian, “Tidak, tidak, bukan kalian yang punya itu, kami akan memberikannya
pada kalian, dan kami akan menaruh suatu meteran bagi kalian, untuk memberikan
pada kalian sebanyak yang kalian butuhkan”. Dan sumber utama energi tersebut,
atau sumber dari cahaya itu adalah pada ia yang memiliki kekuatan/daya.
Dan siapakah yang memberikannya pada Adam ‘alayhissalam? Allah, dari Allah
pada Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -, dan dari
Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - kepada Sayyidina
Adam ‘alayhissalam Karena itulah “Wa laqad karramna Bani Aadam…”[QS Al-Isra’
17:70] Diri kita, manusia dimuliakan oleh Allah, karena kita tercipta dari tiga
cahaya: cahaya Sayyidina Adam, cahaya Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi
wa aalihi wasallam -, dan Cahaya dari Allah SWT. Cahaya ini pun mesti kembali, “Inna lillahi wa inna ilayhi raji’uun” [QS. Al-Baqarah 2:156] “Sesungguhnya
kita berasal dari Allah, dan kepada Allah-lah kita akan kembali”.
Cahaya itu harus kembali ke Sumbernya. Dan karena itu pula Nabi - sallaLlahu
‘alayhi wa aalihi wasallam - bersabda, “Tu’radhu ‘alayya a’malu ummatii” “Aku
mengamati ‘amal Ummat-ku, jika aku mendapati kebaikan padanya, aku pun berdoa
dan memuji Allah, dan jika aku melihat keburukan padanya, aku beristighfar
mewakili mereka.” Artinya apa pun yang kalian lakukan, beliau - sallaLlahu
‘alayhi wa aalihi wasallam - adalah seseorang yang bertanggung jawab atasnya,
yang akan ditanya tentangnya. Beliau - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -
haruslah memelihara cahaya itu dan mengembalikannya dalam keadaan suci bersih
dan murni seperti keadaan awalnya, saat Allah SWT mengirimkannya ke Muhammad,
dan Muhammad ke Adam.
Karena itu Nabi - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - bersabda dalam
hadits tersebut, “Tu’radhu ‘alayya a’malu ummatii, fa in wajadtu khayran
hamadtullah, wa in wajadtu ghayru dzalik fastaghfartullah”. Dan Sayyidina
Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - bersabda, “Aku mengamati
amal Ummat-ku dalam kuburku.” Artinya, beliau selalu mendampingi Ummah. Dan
Ummah beliau tidaklah hanya ummah [akhir zaman] ini, melainkan keseluruhan
hingga ke masa Adam ‘alayhissalam.

Karena itulah, pada Adam, Allah SWT memberikan padanya nama Adam yang terdiri
atas tiga huruf: Alif, Dal, dan Mim. Jika kalian melihat pada huruf pertama
Allah, apa itu? Alif. Jika kalian melihat pada huruf pertama Muhammad, apa itu?
Miim. Dan di tengahnya adalah huruf Dal. Artinya, Allah, huruf pertama pada
“Adam” adalah dari huruf pertama Sang Pencipta yaitu Alif, huruf terakhir
adalah Miim, dan huruf di tengah adalah Daal, jadilah “ADAM”. Daal adalah
Dunya, yaitu seluruh ciptaan. Jadi dari Allah SWT menciptakan suatu ciptaan,
memberikannya pada Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam -, dan
itulah Adam. Sesuatu yang diwakili oleh Adam ‘alayhissalam
Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam - adalah ia yang
akan ditanya di hadapan Sang Pencipta, mewakili seluruh Ummah. Kita,
keseluruhan diri kita, adalah pengikut dari Shaykh kita, dan Syaikh kita akan
ditanya di hadapan Sayyidina Muhammad - sallaLlahu ‘alayhi wa aalihi wasallam-,
tentang keseluruhan diri kita.Setiap malam, beliau ditanya, Mawlana Syaikh
Nazim, semoga Allah melimpahkan barakah-Nya pada beliau. Dan karena itu pula,
Salat Najat dilakukan, karena di saat Sajdah setelah Salatun Najat tersebut,
beliau mempersembahkan setiap orang, semua selama 5 menit. Dan beliau harus
mempersembahkan mereka dalam keadaan bersih suci, tanpa ada noda apa pun pada
diri mereka. Dan beliau harus memikul beban mereka pada diri beliau sendiri.
Itulah Awliya’ Allah. Dan, kita tak akan berbicara lebih lanjut tentang hal ini.
Saya pikir sudah cukup apa yang kita perbincangkan. Kita akan berbicara
tentang Sayyidina Uways Al-Qarani esok. Dan, saya akan menjelaskan tentang
pentingnya disiplin. Disiplin dalam segala sesuatunya, disiplin di antara satu
sama lain, disiplin di antara murid. Sebagaimana alam semesta ini memiliki
disiplin lewat Geometri, keseluruhan sistem ini memiliki suatu disiplin. Kalian
tak dapat menghancurkan disiplin. [Tanpa disiplin,] segala sesuatunya akan
hancur berantakan. Begitu banyak orang mengambil geometri... dan berusaha
untuk... Mereka melihatnya sebagai suatu jalan dispilin, karena pada geometri
ada garis lurus, ada lingkaran, atau dimensi-dimensi yang berbeda-beda,
berbagai cara untuk menggambar garis, ...dan orang-orang berusaha
mendefinisikan spiritualitas darinya.
Saya akan mengulas tentang hal ini, insya Allah. Ada disiplin linear, ada
disiplin circular. Dan insya allah, kita akan memberikan bukti-bukti ilmiah
akan apa yang telah mereka temukan di zaman ini, suatu teori yang kini banyak
dipakai oleh para Sufi. Dan kita punya seorang fisikawan PhD di sini [Syaikh
Abdullah Grenoble]. Kita akan bertanya padanya, Abdallah, beberapa pertanyaan.
Insya Allah, besok, di sini… Asyhadu An Laa ilaaha illaLlaah wa asyhadu Anna
Muhammadan ‘Abduhu wa Rasuuluh.. [Dilanjutkabn Dzikir Khatm Khawajagan]
Wa min Allah at tawfiq
Wassalam, arief hamdani
www.mevlanasufi.blogspot.com

HP. 0816 830 748

Tiada ulasan:

Kerabat

Kerabat